"Kemudian saya teringat sebuah tulisan di sebuah forum online
terbesar di Indonesia yang disitu dituliskan bahwa hewan ini kini sudah
terancam akan segera punah"
Hai guys! Kejadian ini bermula ketika saya pulang dengan teman saya dari kampung halaman tercinta. Jadi begini, ketika itu kami naik motor dan kebetulan saya berposisi sebagai pembonceng alias orang kedua dari depan, di depan kami ada sebuah truk yang melaju kencang di jalanan yang penuh butiran debu membuat saya memilih memejamkan mata sejenak hingga kami menyalip truk tersebut. Setelah kemudian saya membuka mata saya, ternyata ada seekor jentrung hinggap di celana saya, ia berpegangan disana dengan erat, mungkin takut terjatuh atau terbawa angin, karena laju kendaraan yang saya tumpangi waktu itu memang cukup kencang.
Kemudian saya teringat sebuah tulisan di sebuah forum online terbesar di Indonesia yang disitu dituliskan bahwa hewan ini kini sudah terancam akan segera punah. Saya kemudian mengambilnya, menjepit sayapnya dengan sangat hati-hati. Saat laju kendaraan sudah agak pelan, saya memutuskan untuk melepaskannya, saya lepaskan hewan mungil itu, biar terbang, begitu pikir saya. Wuss, sang jentrung pun terhempas terbawa angin namun kemudian jatuh di aspal saat itu juga, pasti mati kelindas, begitu pikir saya. Tragis ya.
Mungkin pembaca disini ada yang masih bingung, apaan sih "Jentrung"? Jentrung atau Kinjeng alias Papatong atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama Capung atau DragonFly dalam bahasa Inggris adalah kelompok serangga yang tergolong ke dalam bangsa Odonata. Serangga ini jarang berada jauh-jauh dari air, tempat mereka bertelur dan menghabiskan masa pra-dewasa anak-anaknya. Capung umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu yang disebut dengan capung atau capung biasa (subordo Anisoptera) dan capung jarum (subordo Zygoptera). Capung biasa bertubuh relatif besar dan hinggap dengan sayap terbuka
atau terbentang ke samping. Sedangkan capung jarum umumnya bertubuh
kecil (meskipun ada beberapa jenis yang agak besar), memiliki abdomen yang kurus ramping mirip jarum, dan hinggap dengan sayap-sayap tertutup, tegak menyatu di atas punggungnya.
Saya teringat masa kecil saya dulu. Saat kecil saya tinggal di Tawangmangu, mungkin ada yang sudah pernah dengar, disana hawanya sejuk dan mungkin cenderung dingin bagi orang kota. Salah satu kegemaran saya dan teman-teman adalah bermain menangkap capung. Mungkin mirip dengan adegan menangkap ubur-ubur ala Spongebob dan Patrick, bedanya kami memiliki alat yang lebih canggih dibanding milik mereka. Alat yang kami buat sendiri secara otodidak itu adalah berupa batang pohon singkong, yang diatasnya kami beri kepala berupa lidi yang diikat berbentuk melingkar, dan kemudian memenuhinya dengan sarang laba-laba yang super lengket. Bagi kami hal itu sangat amazing, sesuatu yang tak kamu temukan dalam permainan di Android maupun iPad.
Kami mengumpulkan capung-capung dengan cara menangkapnya secara diam-diam, pelan-pelan, dan saat dia lengah, hap! Sangat menyenangkan, sesuatu yang tidak akan terulang di jaman seperti sekarang ini :p
Sekarang, kita tahu jumlah capung semakin sedikit, namun jangan langsung menyalahkan masa lalu generasi kami yang gemar menangkap capung. Berkurangnya jumlah capung sangat dipengaruhi oleh berkurangnya jumlah habitat mereka. Pembangunan yang berlebihan di daerah pedesaan, penggundulan hutan, dan keserakahan manusia lainnya lah yang menyebabkan capung-capung ini kehilangan tempat tinggalnya, tempat mereka meneruskan keturunan dan beranak pinak. Dan ingat, siklus hidup capung dewasa hanya empat bulan, apa kita sudah tak mau lagi berbagi tempat? insenia-id.blogspot.com
No comments:
Post a Comment